Halaman

Selasa, 01 April 2014

Inisiasi Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem

Pertemuan dengan pengepul Lobster Teluk Bumbang
Teluk Bumbang merupakan kawasan yang akan dilakukanya inisisasi perikanan berbasis ekosistem atau disebut juga EAFM (Ecology Approach Fisheries Management ). Inisiasi EAFM diteluk bumbang berupa pemberian keramba yang diberikan kepada 4 nelayan pengepul. Intervensi EAFM diharapkan dapat dilakukan dengan bantuan keramba kepada 4 pengepul tersebut dengan memperhatikan 6 aspek yang ada pada EAFM yaitu : Habitat, Sumber Daya IKan, Teknologi Penangkapan, Sosial, Ekonomi dan Kelembagaan.

Inisiasi EAFM berupa pemberian keramba, pengelolaan keramba hanya diperuntukan untuk budidaya jenis mutiara saja yang diharapkan nantinya nelayan lobster Teluk Bumbang bisa melakukan budidaya yang sebelumnya hanya menjual benih saja. Diharapkan dengan budidaya dapat menmbah nilai jual lobster dan meningkatkan perekonomian masyarakat nelayan Teluk Bumbang. Dinas Kelautan dan Perikanan Lombok Tengah juga mendukung perubahan kebiasaan nelayan dari langsung menjual tangkapan benih lobster menjadi membudidaya dari benih hingga konsumsi. 

Penyampaian Program EAFM oleh WCS
    Tahapan awal yang dilakukan WCS (Wildlife Conservation Society) dalam inisiasi EAFM ini adalah pertemuan yang dilakukan pada Rabu, 26 Maret 2014 dengan 4 pengepul yang didampingi oleh 3 orang dari WCS. Pertemuan inisiasi ini membahas tentang program EAFM yang akan dilakukan oleh WCS di Teluk Bumbang dan memberikan pemahaman tentang pentingnya pengelolaan perikanan khususnya lobster berbasis ekosistem. Pengelolaan EAFM tidak hanya memperhatikan sumberdaya lobster yang ada namun memperhatikan enam aspek yang ada dalam EAFM yaitu : Habitat, Sumber Daya Ikan, Teknologi Penangkapan, Sosial, ekonomi dan Kelembagaan. keempat aspek ini harus saling berkaitan satu sama lainnya dalam pengeloaanya.

Pertemuan pertama menghasilkan beberapa kesepakatan antara 4 pengepul dalam pengelolaan EAFM yaitu:
  1. Hanya melakukan penangkapan benih lobster dengan jenis mutiara dan keramba hanya diisi oleh hasil tangkapan dari keramba itu sendiri. (SDI)
  2. Penangkapan jenis pasir dapat dijual, hasil penjualan digunakan untuk biaya oprasional keramba dan berkelanjutan budidaya.(SDI) 
  3. Hanya boleh menjual lobster jenis mutiara dengan ukuran 50 gram saja.(SDI)
  4. Limbah karung bekas harus dibuang ke tempat pembuangan. (habitat)
  5. Hasil tangkapan hanya boleh dilakuakan 2x dalam 1 minggu.(Tekonologi Penangkapan)
  6. Jumlah pocong diletakan disetiap dengan jumlah 25 buah pocong per lokal.(Teknologi Penangkapan) 
  7. Adanya suatu lembaga keuangan dari 4 pengepul  yang mengelola keramba untuk budidaya lobster.(ekonomi dan kelembagaan)
  8. Hasil tangkapan harus dicatat dalam form yang telah disediakan.(SDI)
         Dari pertemuan ini diharapkan pengepul dan nelayannya dapat mengelola keramba yang akan diberikan oleh WCS dengan apa yang telah disepakati oleh mereka. Pertemuan berikutnya akan menghadirkan pengepul dan 5 orang nelayannya masing-masing pertemuan kedua ini diharapkan pengelolaan keramba dilakukan oleh pengepul dan nelayannya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar