Halaman

Jumat, 11 Februari 2022

Solusi Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah

Taman Wisata Perairan Daerah Gili Tangkong, Gili Nanggu dan Gili Sudak (TWP Gita Nada) merupakan kawasan konservasi perairan daerah yang terletak di kabupaten lombok barat Provinsi Nusa Tenggara Barat yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia pada tahun 2021, luas kawasan TWP Gita Nada yaitu 21.556 hectare yang mana dalam kawasan tersebut terdapat ekosistem penting yang harus dijaga yaitu terumbu karang, mangrove, dan padang lamun.

Kerusakan ekosistem penting dalam kawasan menjadi masalah utama, kerusakan terjadi lebih banyak disebabkan oleh perilaku masyarakat pemanfaat kawasan baik itu nelayan, wisatawan dan pemanfaatannya melakukan aktivitas yang dapat merusak ekosistem yang ada. Kegiatan yang banyak dilakukan adalah memancing dengan menginjak karang, penambangan pasir, penebnagan mangrove dan aktivitas wisata yang tidak ramah lingkungan. Untuk mengurangi permasalahan yang berada dalam TWP Gita Nada perlu dilakukan pengelolaan yang baik dan optimal.

Menurut data, Kebutuhan pembiayaan untuk pengelolaan kawasan konservasi perairan bervariasi, tergantung dari luas kawasan. Kawasan yang luasnya lebih dari 1 (satu) juta ha membutuhkan biaya sekitar US $ 7,5/ha/tahun, sedangkan kawasan yang luasnya kurang dari 20 ribu ha sekitar US $ 110/ha/tahun (KKJI, 2014). Dari data tersebut TWP Gita Nada idealnya membutuhkan dana pengelolaan sebesar Rp. 2,8 milyar/tahun. Sedangkan pemerintah provinsi NTB melalui APBD menganggarkan sebesar Rp 10.418.400.000 untuk 14 kawasan konservasi periode 2019-2023. Sedangkan apabila dibagi 14 kawasan maka anggaran setiap kawasan konservasi sekitar Rp. 148.000.000/tahun. Nilai ini sangatlah tidak cukup dalam melakukan pengelolaan kawasan konservasi perairan. Maka dari itu perlu dicari sumber pendanaan yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan.

Pendanaan berkelanjutan bisa bersumber dari masyarakat, pendanaan ini diharapkan menjadi sumber pendapatan untuk membiayai pengelolaan kawasan konservasi perairan dalam jangka panjang. Saat ini dalam kawasan konservasi perairan TWP GIta Nada sudah ada inisiatif dan partisipasi dari masyarakat untuk membantu pengelolaan. Misalnya kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) melakukan patroli rutin dalam kawasan, pihak swasta membantu pokmaswas dengan bahan bakar dan kapal patroli serta terdapat donasi dari pihak swasta untuk diberikan dalam mendukung pengawasan. Untuk itu perlu dibuat mekanisme pendanaan berkelanjutan di tingkat masyarakat agar pendanaanya tersalurkan dengan benar. Sehingga pemangku kepentingan dalam kawasan menyusun mekanisme pendanaan berkelanjutan tingkat masyarakat yang terdiri dari lima komponen, yaitu pengelola Kawasan Konservasi Perairan (KKP), pemerintah administratif, masyarakat mitra kawasan (MMK), yayasan mitra kawasan (YMK) dan asosiasi pemanfaat kawasan (APK). Tiga komponen utama dalam mekanisme pendanaan berkelanjutan tingkat masyarakat yaitu MMK, YMK dan APK. Dalam mengembangkan mekanisme pendanaan berkelanjutan tingkat masyarakat di kawasan konservasi perairan perlu dilakukan beberapa tahapan yang terdiri dari tahap inisiasi, identifikasi dan implementasi pendanaan berkelanjutan.

Dalam mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan di NTB telah diinisiasi dan diimplementasikan sistem pendanaan berkelanjutan di tingkat masyarakat. Kawasan konservasi yang telah mengimplentasikan sistem ini di NTB adalah kawasan konservasi perairan daerah Taman Wisata Perairan Gili Sulat dan Lawang. Lawang (TWP Gili Sulat dan Lawang). Pendanaan berkelanjutan di TWP Gili Sulat dan Gili Lawang dikelola oleh Yayasan KPPL (Komite Pengelola Perikanan dan Laut). Sumber pendanaan berasal dari pengelolaan sarana hibah dan unit usaha pariwisata berkelanjutan. Sarana hibah yang dikelola oleh Yayasan KPPL berupa perahu, rumah ikan dan sarana wisata water sport (banana boat, cano, dan warung pesisir) yang disewakan kepada wisatawan. Pembagian persentase dari hasil keuntungan usaha dari sarana hibah yaitu 40% dari hasil keuntungan dialokasikan kepada MMK untuk kegiatan pengawasan dan 60% dari hasil keuntungan masuk ke Yayasan KPPL sebagai uang kas. Uang kas tersebut digunakan sebagai biaya operasional dan kegiatan yayasan, seperti kegiatan konservasi, pendidikan dan sosial untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi di TWP Gili Sulat dan Lawang.

Contoh kasus pada TWP Gili Sulat dan Lawang perlu dilakukan di kawasan TWP Gita Nada. saat ini Cabang Dinas Kelautan Lombok sebagai pengelola kawasan untuk  menginisiasi sistem pendanaan berkelanjutan di tingkat masyarakat. Sistem pendanaan yang sudah berjalan di tingkat masyarakat perlu dikuatkan sesuai dengan peran masing-masing. Identifikasi pemangku  kepentingan harus dilakukan dalam membangun sistem, identifikasi pemangku kepentingan dilakukan untuk mengetahui peran dan fungsi masing-masing pemangku kepentingan dalam mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan. Sehingga pada tahapan implentasi setiap pemangku kepentingan berjalan sesuai tugas dan fungsinya.

Implementasi pendanaan berkelanjutan tingkat masyarakat dilakukan dengan melibatkan semua komponen institusi pendanaan berkelanjutan yaitu YMK, MMK dan APK. Sumber pendanaan berkelanjutan tingkat masyarakat didapatkan dari keuntungan unit usaha yang dijalankan oleh YMK dan dukungan pembiayaan dari APK. YMK memiliki unit usaha yang menjadi sumber pendapatan yayasan. Keuntungan dari unit usaha digunakan untuk kegiatan yang mendukung pengelolaan kawasan konservasi, seperti kegiatan pengawasan, rehabilitasi dan kegiatan lainnya. Dukungan pembiayaan dari APK dapat berupa uang maupun barang, seperti peralatan untuk pengawasan (perahu atau bahan bakar). 

Mekanisme ini diharapkan dapat terus berjalan secara berkelanjutan karena dikelola sendiri oleh masyarakat, sehingga masyarakat mendapat manfaat dari keberadaan kawasan konservasi perairan. Dengan adanya kawasan konservasi diharapkan ekosistem tetap terjaga, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.

Rabu, 23 Januari 2019

UPAYA POKMASWAS TELUK SALEH DALAM MENGURANGI AKTIVITAS DESTRUCTIVE FISHING

Part 1

Teluk Saleh memiliki potensi perikanan dan kelautan yang sangat besar, terutama potensi perikanan tangkap dan potensi pariwisata. Aktivitas perikanan tangkap di Teluk Saleh didominasi oleh perikanan sekala kecil dengan mayoritas nelayan merupakan penduduk kawasan pesisir Teluk Saleh. Selain perikanan pariwisata juga menjadi potensi yang perlu dikembangkan, dilihat dari banyaknya pulau-pulau kecil yang terdapat di Teluk Saleh yang dapat dikembangkan menjadi wisata diving, snorkeling, wisata pantai dan lain sebagainya.

Potensi yang besar membuat Teluk Saleh tidak luput dari ancaman yang dapat merusak sumber daya perikanan dan kelautan, ancaman yang paling nyata dan sering adalah masih ditemukannya nelayan menggunakan alat tangkap yang dapat merusak yaitu penggunaan bahan peledak (bom) dan racun ikan. perusakan ini dapat menyebabkan kerugian yang berdampak pada masyarakat nelayan, pelaku usaha, dan ekosistem perairan terutama ekosistem terumbu karang.




Ancaman bom dan racun ikan sangat berdampak bagi nelayan dibuktikan dari kurangnya hasil tangkapan nelayan dari tahun ketahun, semakin jauhnya nelayan menangkap ikan, rusaknya ekosistem terumbu karang dan masih terdengarnya suara ledakan bom di wilyah perairan Teluk Saleh. Untuk mengurangi kerusakan masyarakat nelayan yang berada didesa pesisir Teluk Saleh membentuk kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) disetiap Desa meraka yang didukung oleh pemerintah Desa dan pemerintah daerah.

Pokmaswas bertujuan untuk melakukan pemantauan dan pengawasan sumberdaya perikanan dan kelautan berbasis masyarakat. Di Teluk Saleh khususnya di Kabupaten Sumbawa, berkat kesadaran masyarakat nelayan sudah terbentuk 7 Pokmaswas di 6 desa yang berbeda yaitu Desa Kukin, Desa Batu Bangka, Desa Labuhan Kuris, Desa Labuhan Sangoro, Desa Teluk Santong, Desa Labuhan Jambu. Semua pokmaswas tergabung dalam Forum Komunikasi Pokmaswas Teluk Saleh. Harapanya adalah seluruh desa yang berada di pesisir Teluk Saleh baik di kabupaten Dompu dan kabupaten Sumbawa dapat menbentuk pokmaswas disetiap desanya dan bergabung dalam Forum Komunikasi Pokmaswas Teluk Saleh tujuanya agar koordinasi pengawasan antar pokmaswas dapat lebih efektif dan efisien.

Pokmaswas Teluk Saleh sangat aktif dalam melakukan patroli dari pertengahan tahun 2018-awal tahun 2019 pokmaswas telah melakukan 11 hari patroli rutin dan 6 hari patroli gabungan dengan aparat polairud, TNI AL, Dinas Kelatan dan Perikanan Provinsi NTB.   Selain patroli, Pokmaswas juga melakukan sosialisasi kepada nelayan, terhitung pokmaswas telah melakukan sosialisasi bahaya penggunaan bom dan racun sebanyak sembilan kali. Lokasi sosialisasi antara lain Dusun Prajak, Desa Labuhan Kuris, Desa Kukin, Desa Labuhan Jambu, Desa Teluk Santong, Desa Labuhan Sangoro dan Desa Labuhan Pidang. Dampak secara langsung dari kegiatan ini memang belum dirasakan, namun dengan adanya kegiatan rutin ini diharapkan nelayan pelaku bom dan potassium dapat sadar dan tidak lagi melakukan aktivitas tersebut selain melanggar hukum aktivitas penangkapan bom dan racun dapat merusak ekosistem. 

Jumat, 22 Desember 2017

Teluk Saleh, Masihkah Aquarium Dunia?

Pulau Putri merupakan salah satu pulau yang berada
dalam perairan Teluk Saleh
Teluk Saleh merupakan teluk yang terbesar di NTB, Teluk Saleh juga di juluki akuarium dunia. Teluk Saleh terletak di kabupaten Sumbawa dan kabupaten Dompu NTB. Terdapat 27 desa pesisir yang termasuk dalam kabupaten Sumbawa dan dompu. 27 desa tersebut mayoritas masyarakatnya adalah nelayan dan bergantung terhadap kondisi sumberdaya kelautan dan perikanan yang berada di perairan Teluk Saleh untuk memenuhi kehidupan mereka.



Potensi perikanan di perairan Teluk Saleh sebagai sumber
mata pencaharian masyarakat nelayan
Sumberdaya kelautan dan perikanan yang dimanfaatkan di Teluk Saleh antara lain, pariwisata, perikanan tangkap, perikanan budidaya, budidaya rumput laut, budidaya udang, budidaya mutiara dan masih banyak sumberdaya kelautan dan perikanan yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada diTeluk Saleh maupun masyarakat yang berada dari luar Teluk Saleh. Sumberdaya yang melimpah dan pemanfaatan yang tinggi mengakibatkan kondisi sumberdaya Teluk Saleh semakin lama semakin menurun. Dibuktikan dari hasil penelitian yang dilakuakan Wildlife Conservation Society (2015-2017) ikan karang untuk jenis kakap dan kerapu mengalami tangkap berlebih, dibuktikan dari hasil tangkapan nelayan berkurang dan lokasi penangkapan nelayan semakin jauh. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan lippi (2005) diperairan pulau rakit kondisi terumbu karang dalam kondisi rusak dengan tutupan karang hidup hanya 27,79%. Sedangkan data terumbu karang di kawasan konservasi Taman Wisata Perairan Liang Ngali masih dalam kondisi baik,  dengan tutupan karang hidup adalah 50%.
Masih maraknya penggunaan bahan peledak di Teluk Saleh
dapat mengganggu ekosistem didalamnya
Rusaknya kondisi  sumberdaya tersebut disebabkan banyak faktor antara lain masih maraknya penggunaan bom dan potassium di perairan Teluk Saleh untuk menangkap ikan. Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB dari tahun 2006-2016 terdapat 25 kasus penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan 18 kasus dengan menggunakan potassium. Dari kondisi tersebut perlu adanya langkah yang nyata untuk mengurangi kerusakan yang berada di perairan Teluk Saleh untuk kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada sumberdaya kelautan dan perikanan Teluk Saleh. Selain masalah penggunaan bom dan potassium perairan Teluk Saleh juga terancam keindahannya dengan banyaknya sampah rumah tangga  yang dibuang langsung ke laut, limbah rumah tangga, serta limbah pertambangan emas rakyat dan limbah pertanian yang bermuara ke perairan Teluk Saleh, masih banyak lagi ancaman yang mengancam sumberdaya kelautan dan perikanan Teluk Saleh.
Dusun Labuhan Trata, merupakan salah satu dusun
yang masyarakatnya bergantung terhadap Teluk Saleh
Kondisi sumberdaya kelautan perikanan Teluk Saleh yang mulai menurun perlu dilakukan upaya-upaya mempertahankan Teluk Saleh sebagai akuarium dunia, untuk menuju kesana, perlu upaya dan kerja keras semua pihak untuk tetap menjaga kelestarian Teluk Saleh baik dari pemerintah, masyarakat, pengusaha, akademisi , lsm dan seluruh lapisan masyarakat yang peduli akan kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan Teluk Saleh. Jangan samapai Teluk Saleh hanya sebagai dongeng keindahan semata. Salam Biru!

Selasa, 09 Agustus 2016

Monitoring Hasil Tangkapan Ikan Kakap dan Kerapu Teluk Saleh




Pengambilan data ikan dengan pengambilan foto ikan
WCS adalah LSM yang bergerak di bidang konservasi dan lingkungan hidup. WCS mulai berkecimpung dalam perlindungan terhadap lingkungan hidup Indonesia sekitar tahun 1990-an. Pada tahun 2002, WCS mulai bergerak dalam perlindungan sumberdaya bahari di Indonesia. Beberapa wilayah kerja WCS antara lain di Sabang-Aceh, Taman Nasional Karimunjawa-Jawa Tengah, Minahasa Utara-Sulawesi Utara, serta NTB. Di NTB khususnya di Pulau Sumbawa WCS mendukung dalam program pengelolaan perikanan karang khususnya kakap dan kerpau secara berkelanjutan di Pulau Sumbawa. 
Untuk mendukung pengelolaan perikanan karang kakap dan kerapu yang berkelanjutan WCS pada tahun 2015 sudah melakukan survei social ekonomi untuk mengetahu profil perikanan di Pulau Sumbawa. Selain melakukan survei social ekonomi perlu dilakuakan monitoring hasil tangkapan ikan untuk menunjang pengelolaan perikanan karang kakap dan kerapu yang berkelanjutan. Tujuan dari monitoring hasil tangkapan ikan kakap dan kerapu adalah 1). Mengidentifikasi tingkat pemanfaatan ikan kerapu dan kakap di Teluk Saleh. 2). Mengindentifikasi tingkat keuntungan yang didapat oleh nelayan secara langsung dari aktifitas perikanan kakap dan kerapu. 3). Mengidentifikasi pola tekanan perikanan terhadap ekosistem yang disebabkan oleh aktifitas perikanan tangkap. 
Foto Ikan hasil tangkapan
Monitoring hasil tangkpan ikan nelayan dilakukan dengan metode sampling yaitu pengambilan data ikan dilakuakan selama 7 hari dalam 1 bulannya. Pengambilan data dilakukan di Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa yang terfokus pada 3 titik sampling yaitu Desa Labuhan Sumbawa, Desa Labuan Kuris dan Desa Labuan Jambu. Pengambilan data hasil tangkapan dilakukan di 3 lokasi tersebut bertujuan untuk mengetahui pola pemanfaatan perikanan kakap dan kerapu yang berada di Teluk Saleh.  
Ikan hasil tangkapan nelayan
Dalam pengambilan data pendaratan ikan ada beberapa informasi yang harus di ambil antara lain adalah Tanggal pengambilan data, Lokasi pendaratan, Nama pengumpul ikan, Nama pemiliki perahu, Nama perahu, Alat tangkap yang digunakan, Lama melaut, Lokasi penangkapan, Kedalaman, Zonasi lokasi penangkapan, Kategori mesin, Jumlah ABK, Biaya operasional (BBM, es, umpan, dan lainnya), Nama ikan yang tertangkap, Berat hasil tangkapan, Jumlah individu ikan yang tertangkap dan Harga ikan. Dari informasi tersebut dapat dilakukan analisis data yang diinginkan seperti data spesies ikan mana saja yang mendapatkan tekanan lebih oleh aktivitas penangkapan, dapat memberi informasi tentang fluktuasi produksi perikanan di dalam satu area, sehingga kita dapat mengevaluasi apakah tipe manajemen yang kita pilih dapat meningkatkan produksi perikanan atau tidak dan masih banyak informasi yang dapat di keluarkan dari data yang di ambil.

Rabu, 27 Mei 2015

Pokmaswas sekotong memperingati hari bumi 2015

Tranplantasi terumbu karang dilakukan oleh kepala
DKP Lombok Barat

Hari bumi diperingati secara internasional setiap tanggal 22 April  yang bertujuan untuk menyadarkan kita sebagai penduduk bumi untuk selalu menjaga bumi dari kerusakan baik di daratannya maupun dilautannya. Peringatan hari bumi ini dilaksanakan oleh seluruh pokmaswas yang berada di sekotong bertempat di Desa Batu Putih kecamatan sekotong berlangsung pada tanggal 22 April 2015. Pokmaswas sebagai inisiator kegiatan menyadari bahwa kondisi peraiaran laut di sekotong khususnya di kawasan konservasi perairan daerah Gita Nada banyak mengalami kerusakan lingkungan seperti rusaknya terumbu karang, abrasi pantai, masalah sampah dan masalah lainnya, semua masalah ini sangat merugikan bagi lingkungan, wisatawan yang berkunjung, nelayan serta masyrakat sekitar sehingga perlu dilakukannya perbaikan lingkungan serta pengawasan agar lingkungan terjadi.

Kegiatan yang dilakukan pada peringatan hari bumi ini adalah penanaman pohon sepanjang pesisir pantai batu putih yang bertujuan untuk penghijauan dan mencegah terjadinya abarasi panta, menanam mangrove atau bakau yang bertujuan untuk mengembalikan ekosistem mangrove yang mulai rusak serta mencegah terjadinya abrasi pantai, bersih pantai  bertujuan untuk mengurangi dan member kesadaran kepada semua elemen masyrakat untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih dan transplantasi terumbu karang di gili asahan yang bertujuan untuk merehabilitasi terumbu karang serta member kkesadrtahuan kepada masyrakat bahwa pentingnya terumbu karang.

Acara peringatan hari bumi yang dilakukan di Desa Batu Putih sangat meriah dihadiri oleh semua SKPD Kabupaten Lombok Barat, pihak swasta, universitas, TNI, Polri serta LSM. Kehadiran semua pihak diaharapkan dapat saling membatu untuk terjaganya lingkunga dilaut khususnya di kawasan konservasi perairan Gita Nada Kecamatan Sekotong Kabupaten Lombok Barat serta dari terjaganya lingkungan yang sehat dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar.

Selasa, 14 Oktober 2014

Kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan Budidaya Lobster di Teluk Bumbang

Kegiatan bimtek ini merupakan rangkaian kegiatan dari model EAFM yang dilakukan oleh Wildlife Conservation Society (WCS) di teluk Bumbang. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada nelayan tentang tehnik budidaya lobster dan masalah-masalah yang terjadi ketika melakukan budidaya seperti penanganan penyakit, teknik paking yang benar, pemasaran dll.
kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2014 di Teluk Bumbang, Acara ini dihadiri oleh 4 kelompok nelayan yang akan mencoba model EAFM yang di inisiasi oleh WCS yaitu kelompok Bangkit Perdana I, Bangkit Perdana II, Bangkit Perdana III, Bangkit Perdana IV. masing-masing kelompok dihadiri oleh 5 orang nelayan. Model inisiasi yang dilakukan WCS adalah mengurangi penangkapan benih Lobster dialam melalui kegiatan budidaya, diharapkan dengan melakukan budidaya dapat mengurangi penangkapan dan meningkatkan nilai produk perikanan lobster sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di Teluk Bumbang.
Materi yang disampaikan dalam acara ini sangat menarik dan menambah wawasan masyarakat nelayan di teluk Bumbang adapun materi yang disampaikan adalah materi pertama disampaikan oleh Samsul Bahri peneliti lobster dari Balai Budidaya Laut Lombok yang menyampaiakan Biologi lobster, Penyakit dan Penagananya dan Alat tangkap Benih yang ramah lingkungan. Kemudian dilanjutkan dengan materi ke 2 yang disampaikan oleh Dr. Muhammad Junaidi peneliti dan dosen Universitas Mataram yang menyampaikan teknik budidaya Lobster dari ukuran benih hinnga konsumsi dan materi terakhir dilanjutkan oleh Heri selaku eksportir lobster yang menyampaikan materi packing dan pemasaran. Dari semua rangkaian acara ini diharapkan nelayan dapat melakukan budidaya lobster hingga meningkatkan nilai produk perikanan lobster dan dapat mengurangi tekanan penangkapan benih lobster dan dapat kesejahteraan masyarakat nelayan.

Jumat, 10 Oktober 2014

JALUR PENYEBARAN BENIH LOBSTER



Lobster adalah hewan laut yang termasuk dalam Crustacea atau udang-udangan, jenis udang raksasa ini termasuk dalam keluarga Nephropidae dan juga keluarga Homaridae. Lobster laut termasuk hewan nokturnal yang mencari makan dimalam hari, pada siang hari lobster lebih suka bersemnbunyi di lubang-lubang karang dan pada malam hari lobster keluar untuk mencari makan disekitar karang yang lebih dangkal pada saat air pasang. Lobster laut tinggal didaerah berbatu, berkarang dan berpasir. Hampir semua perairan di dunia menjadi habitat penyebaran hewan crustacea ini. Lobster di alam liar termasuk hewan yang memiliki pola makan omnivora atau pemakan segala. Ia memakan ikan kecil, berbagai jenis moluska kecil dan udang-udang kecil lain serta makan ganggang serta tanaman laut. Dalam mencari makanan ia berjalan di dasar perairan laut dengan menggunakan kaki-kakinya serta berburu dengan menggunakan capit yang juga berfungsi sebagai tangan juga.
Lombok merupakan penghasil benih lobster terbanyak di Indonesia terbukti dari data pengiriman benih lobster keluar negri mencapai 11,496,696/tahun di tahun 2013 dan 4,005,165 di tahun 2014 (sumber: Balai karantina ikan mataram 2014). penangkapan benih lobster ternyata tidak hanya di Indonesia saja namun di Australia dan Vietnam terdapat benih yang banyak seperti dapat dilihat dalam gambar dibawah ini. 
Gambar 1. Jalur Penyebaran benih Lobster

Dilihat dari gambar diatas lingkaran yang berwarna kuning merupakan wilayah reproduksi dimana lobster dewasa bertelur dan kemudian juvenile lobster mengikuti arah arus. Diwlayah Australia juvenile lobster mengikuti arus hingga ke area benih lobster di Indonesia di papua hingga ke Maluku. Untuk benih lobster yang berada di selatan Indonesia diduga berasal dari Philipina dan laut Sulawesi dan kemudian juvenile terbawa oleh arus menuju ke selatan Indonesia.